LINTASWAKTU33 - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, menyatakan dukungan penuhnya terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur tentang pemberian insentif berupa keringanan hukuman hingga pembebasan bersyarat bagi pelaku kejahatan yang bersedia menjadi justice collaborator (JC). Menurut legislator yang berpengalaman di bidang hukum ini, kebijakan tersebut merupakan terobosan penting dalam upaya pengungkapan kasus-kasus besar yang melibatkan jaringan kejahatan terorganisir.
Soedeson menjelaskan bahwa konsep justice collaborator sebenarnya telah tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Regulasi ini merupakan langkah maju dalam sistem peradilan pidana kita, dimana pelaku yang bersedia bekerjasama dengan penegak hukum dapat memberikan kontribusi signifikan dalam mengungkap modus operandi dan jaringan kejahatan," ujar Soedeson dalam wawancara eksklusif pada Kamis, 26 Juni 2025.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur ini menekankan pentingnya mekanisme pengawasan yang ketat dalam seleksi calon justice collaborator. "Proses pemilihan JC harus melalui verifikasi yang sangat cermat agar benar-benar tepat sasaran. Mereka yang diberi status JC harus benar-benar memiliki informasi strategis yang dapat membantu pengungkapan suatu kasus secara tuntas," tegasnya.
Soedeson memberikan contoh konkret manfaat penerapan kebijakan ini dalam kasus kejahatan narkotika terorganisir. "Dalam kasus narkoba berskala besar, seorang JC bisa mengungkapkan lokasi penyimpanan barang bukti, jalur distribusi, jaringan pelaku, hingga aset-aset yang diperoleh dari hasil kejahatan. Dengan perlindungan hukum yang memadai, mereka akan lebih berani membongkar seluruh jaringan tersebut," paparnya dengan semangat.
Lebih lanjut, Soedeson memaparkan bahwa konsep justice collaborator bukanlah hal baru dalam sistem peradilan global. "Praktik serupa telah lama diterapkan di berbagai negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang dengan hasil yang cukup efektif. Ini membuktikan bahwa mekanisme JC bisa menjadi instrumen penting dalam memerangi kejahatan transnasional," ujarnya.
Anggota DPR yang pernah menjabat sebagai ketua komisi ini juga menyoroti manfaat tambahan dari kebijakan JC dalam upaya pengembalian aset hasil kejahatan. "Dengan informasi dari JC, aparat penegak hukum dapat melacak dan menyita aset-aset haram yang selama ini sulit diungkap. Uang hasil pencucian uang dan berbagai bentuk kekayaan ilegal lainnya bisa dikembalikan kepada negara," jelas Soedeson.
Menutup pernyataannya, Soedeson menegaskan bahwa kebijakan ini akan memperkuat efektivitas penegakan hukum. "Dengan mekanisme JC yang diatur secara komprehensif dalam PP ini, kita bisa lebih mudah mengungkap jaringan kejahatan, melacak aset gelap, dan memberantas praktik pencucian uang. Pada akhirnya, ini akan memberikan manfaat besar bagi sistem peradilan dan keuangan negara," pungkasnya optimis.
Ia juga menambahkan bahwa penerapan kebijakan ini harus diikuti dengan penguatan sistem perlindungan saksi dan korban, mengingat sensitivitas kasus-kasus yang melibatkan justice collaborator. "Kita perlu memastikan adanya mekanisme perlindungan yang komprehensif, baik bagi JC itu sendiri maupun bagi saksi-saksi lain yang terlibat dalam proses hukum," tutup Soedeson.
0 Komentar