![]() |
SETYA NOVANTO |
LINTASWAKTU33 - Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan putusan penting mengenai permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Setya Novanto, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, terkait kasus korupsi dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Putusan ini memberikan implikasi signifikan terhadap masa tahanan Novanto, dengan potensi pembebasan lebih cepat dari lembaga pemasyarakatan.
Latar belakang kasus ini bermula dari vonis tahun 2018 dimana Novanto dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek strategis nasional tersebut. Dalam putusan sebelumnya, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan Novanto telah mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun. Akibatnya, ia dijatuhi hukuman pidana penjara selama 15 tahun serta denda sebesar Rp500 juta dengan ancaman kurungan pengganti selama 3 bulan bila denda tidak dibayar.
Selain hukuman pokok tersebut, Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta (setara Rp105 miliar dengan kurs saat itu) setelah dikurangi Rp5 miliar yang telah disetorkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketentuan ini disertai ancaman hukuman tambahan 2 tahun penjara jika kewajiban pembayaran tidak dipenuhi. Hakim juga memutuskan pencabutan hak Novanto untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menyelesaikan masa pidananya.
Dalam perkembangan terbaru, Mahkamah Agung melalui putusan bernomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang diputuskan pada Rabu, 2 Juli 2025, mengabulkan sebagian permohonan PK Novanto. Putusan ini menghasilkan pengurangan masa hukuman dari semula 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim agung menyatakan: "Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali sebagian. Terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan."
Putusan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan hukum baru yang diajukan dalam permohonan PK, termasuk adanya fakta-fakta baru dan/atau keadaan baru yang dapat meringankan hukuman. Namun penting dicatat bahwa putusan MA tetap menegaskan kesalahan Novanto dalam kasus korupsi e-KTP ini, hanya saja memberikan keringanan dalam besaran hukuman.
Dampak putusan ini adalah kemungkinan Novanto untuk memperoleh pembebasan bersyarat lebih cepat, mengingat ia telah menjalani sebagian masa hukumannya. Namun demikian, kewajiban pembayaran uang pengganti dan denda serta pencabutan hak politik tetap berlaku sesuai putusan sebelumnya.
Kasus ini kembali menyoroti dinamika penegakan hukum terhadap korupsi kelas kakap di Indonesia, khususnya mengenai mekanisme peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa. Para pengamat hukum menyoroti pentingnya menjaga konsistensi putusan sambil tetap memberikan ruang bagi keadilan restorative dalam sistem peradilan pidana kita.
Information : rocky marmata
Terbit pada : 03 July 2025
Waktu Baca : 3 Menit
0 Komentar