LINTASWAKTU33 Seorang pemuda berinisal WFT (22) diamankan polisi karena diduga terlibat kasus akses ilegal serta manipulasi data. Sosok ini disebut-sebut sebagai peretas dengan identitas bold Bjorka .
Menurut Wakil Keterangan Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, WFT mulai aktif di ranah dark web sejak tahun 2020. Pada awal aksinya, ia dikenal menggunakan akun dengan nama Bjorka dan juga @bjorkanesia .
Melalui akun tersebut, WFT sempat membocorkan data nasabah dari salah satu bank swasta di Indonesia. Ia juga diketahui menampilkan data serupa dari bank lain yang diambil melalui forum gelap.
“Pelaku ini beroperasi di dark web dan sudah mulai melakukan eksplorasi sejak tahun 2020,” ungkap AKBP Fian Yunus kepada awak media di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/10/2025).
Perubahan identitas bold juga dilakukan WFT sejak akhir tahun 2024. Nama Bjorka kemudian diganti menjadi SkyWave . Pada Maret 2025, ia kembali berubah menjadi Shint Hunter , dan terakhir, pada Agustus 2025, akun itu berganti nama lagi menjadi Oposite 6890 .
Alasan Sering Ganti Identitas
AKBP Fian Yunus menjelaskan bahwa WFT kerap mengganti nama akun di forum gelap untuk menutupi jejak digitalnya. Strategi itu dilakukan agar identitas aslinya tidak mudah diketahui pihak yang berwenang.
Pergantian nama dari Bjorka, SkyWave, Shint Hunter, hingga Oposite 6890 sempat menyulitkan tim penyidik dalam melakukan pelacakan.
Menurut Fian, butuh waktu sekitar enam bulan bagi polisi untuk mengidentifikasi keberadaan WFT. Dalam periode tersebut, peneliti mengumpulkan beragam alat bukti sebelum akhirnya berhasil menangkap yang bersangkutan.
Perdagangan Data Pribadi
AKBP Fian Yunus Menyebutkan, WFT aktif memperjualbelikan data pribadi hingga informasi milik sejumlah lembaga. Aktivitas itu tidak hanya melibatkan data dari Indonesia, tetapi juga dari luar negeri.
Transaksi dilakukan melalui forum gelap dengan metode pembayaran menggunakan berbagai jenis mata uang kripto.
Fian menambahkan, praktik peretasan semacam ini menjadi ancaman global dan bukan hanya tanggung jawab aparat Indonesia. Ia menduga, WFT juga tengah menjadi buruan otoritas siber dari negara lain. Oleh karena itu, polisi membuka peluang kerja sama dan pertukaran informasi dengan penegak hukum internasional.
Kronologi Terbongkarnya Kasus
Kasus WFT bermula dari laporan salah satu bank swasta dengan pelapor berinisial DH (38). Bank pihak melaporkan adanya pesan yang dikirimkan ke akun resmi mereka. Dalam pesan tersebut, pelaku mengaku telah meretas 4,9 juta data nasabah.
Polisi menduga, tujuan pelaku utama adalah melakukan pemerasan terhadap pihak bank. Dugaan ini diperkuat dengan temuan berbagai file di perangkat komputer serta ponsel milik WFT, yang berisi tampilan data akun nasabah.
“Pelaku menggunakan data nasabah tersebut dengan maksud untuk menekan dan memeras pihak bank,” jelas Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Simbolon.
Jerat Hukum dan Barang Bukti
WFT kini menghadapi ancaman pidana berlapis. Ia dijerat Pasal 46 jo. Pasal 30 dan/atau Pasal 48 jo. Pasal 32 serta Pasal 51 ayat 1 jo. Pasal 35 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang terakhir diubah melalui UU Nomor 1 Tahun 2024. Hukuman maksimalnya 12 tahun penjara serta denda Rp12 miliar.
Selain itu, ia juga dikenakan Pasal 65 ayat 1 jo. Pasal 67 ayat 1 UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti dari tangan WFT, antara lain empat unit ponsel berbagai merek, satu tablet Infinix Xpad 20 berwarna abu-abu, dua kartu SIM dari provider Telkomsel dan Axis, serta sebuah flashdisk berisi 28 akun Gmail yang dimiliki pelaku.