LINTASWAKTU33
Sulitnya Membangun Kilang Baru di Indonesia
Latar Belakang
Isu pembangunan kilang minyak kembali mencuat setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengkritik lambatnya realisasi proyek Pertamina. Sejak 2018, rencana membangun beberapa kilang baru sudah diluncurkan, namun hingga 2025 belum ada satupun yang benar-benar beroperasi. Padahal, kebutuhan BBM dalam negeri terus melonjak, sementara kapasitas kilang yang ada hanya sekitar 1,1 juta barel per hari.
Akibat keterbatasan ini, Indonesia harus menutup kebutuhan energi lewat impor, terutama dari Singapura.
Fakta Impor Minyak
-
2018: impor produk minyak mencapai 20,7 miliar USD, naik dari tahun sebelumnya (17,25 miliar USD).
-
2024: angka tersebut makin membengkak jadi 25,92 miliar USD.
Jika dibandingkan, impor minyak mentah jauh lebih kecil biayanya:
-
2018: 9,16 miliar USD.
-
2024: 10,35 miliar USD.
Artinya, kalau Indonesia punya kilang baru, negara bisa menghemat biaya dengan membeli minyak mentah lalu mengolahnya sendiri, bukan mengimpor BBM siap pakai yang lebih mahal.
Mengapa Kilang Baru Sulit Terwujud?
1. Biaya Super Mahal
Membangun kilang adalah proyek padat modal. Contohnya, hanya untuk ekspansi Kilang Balikpapan sebesar 100 ribu barel/hari butuh sekitar 6 miliar USD. Itu belum termasuk pembangunan kilang baru dari nol.
2. Risiko Tinggi
Bisnis kilang memiliki margin keuntungan tipis. Investor jadi sensitif terhadap faktor risiko—mulai dari regulasi, politik, sampai kepastian pasar. Sedikit saja ada potensi masalah, mereka bisa batal berinvestasi.
3. Negosiasi Rumit
Pertamina sempat menjajaki kerja sama dengan Saudi Aramco, Rosneft, hingga Mubadala, tapi mentok di meja perundingan. Salah satu hambatan klasik adalah beda penilaian aset kilang yang akan masuk ke skema kerja sama.
Contoh: valuasi Kilang Cilacap menurut konsultan independen mencapai 5,66 miliar USD, sementara Aramco menilai hanya sekitar 2,8 miliar USD. Gap ini bikin kerja sama gagal.
4. Tren Global
Sejumlah perusahaan migas besar dunia seperti Chevron, BP, dan TotalEnergies juga sedang mengalami tekanan. Banyak kilang di Eropa, Amerika, hingga Australia gulung tikar karena oversupply dan rendahnya harga minyak. Investor tentu makin hati-hati masuk ke proyek baru di Indonesia.
Kebutuhan BBM yang Terus Naik
Saat ini konsumsi nasional sudah sekitar 1,6 juta barel per hari, sementara produksi kilang Pertamina hanya separuhnya. Walau ada dorongan untuk energi terbarukan atau kendaraan listrik, kenaikan permintaan migas diperkirakan tetap tak bisa dihindari.
Strategi Pertamina
Pertamina mencoba beberapa jalur pendanaan:
-
Ekuitas – dari kas internal atau lewat partner swasta.
-
Pinjaman – dari lembaga pembiayaan ekspor (ECA) atau bank komersial.
-
Outsourcing – mengalihkan sebagian unit menjadi biaya operasional agar tidak terlalu menekan belanja modal.
Namun, menarik minat investor tetap jadi tantangan besar.
Kondisi Kilang Saat Ini
-
6 kilang Pertamina punya kapasitas total 1,1 juta barel per hari.
-
Realisasi produksi hanya sanggup memenuhi 60–70% kebutuhan nasional.
-
Tingkat operasi (availability) kilang 83%, relatif baik dibanding rata-rata global.
-
Upaya peningkatan efisiensi dilakukan, seperti block mode di RU IV Cilacap yang bisa meningkatkan hasil produk hingga 89,4%.
-
Pertamina juga mulai diversifikasi produk: biofuel, green diesel, dan sustainable aviation fuel.
Inti Masalah
-
Kebutuhan energi nasional terus naik.
-
Kilang baru butuh biaya dan negosiasi yang rumit.
-
Tanpa kilang baru, impor BBM akan tetap tinggi, menekan neraca perdagangan, dan menambah beban subsidi.