Kejagung Terima Pelimpahan Berkas 3 Tersangka Pembobolan Rekening Dormant Rp204 Miliar


LINTASWAKTU33 Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menerima pelimpahan berkas perkara terkait tiga dari sembilan tersangka dalam kasus dugaan pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar. Kasus ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri.

“Tiga tersangka sudah dilimpahkan berkasnya dan saat ini sedang dilakukan koordinasi untuk penyempurnaan pemberkasan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, di Jakarta, Senin (29/9/2025).

Tiga tersangka yang sudah dilimpahkan berkasnya ke Kejagung yakni AP yang menjabat kepala cabang bank, GRH selaku manajer hubungan konsumen, serta NAT, mantan pegawai bank yang diduga menjadi eksekutor. Sementara itu, enam tersangka lainnya masih dalam proses pemberkasan.

Kasus ini terungkap setelah Dittipideksus Bareskrim Polri mengungkap praktik pembobolan rekening dormant di salah satu kantor cabang bank milik negara di Jawa Barat, dengan total kerugian mencapai Rp204 miliar.

Dalam penyelidikan, penyidik ​​menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Dari internal bank, ada AP (50) sebagai kepala cabang pembantu dan GRH (43) yang menjabat manajer hubungan konsumen.

Kemudian, terdapat lima pelaku yang diduga sebagai eksekutor, yaitu C (41), DR (44), NAT (36), R (51), dan TT (38). Selain itu, dua orang lain, DH (39) dan IS (60), terlibat dalam tindak pidana pencucian uang hasil kejahatan tersebut.

Satu Tersangka Masuk DPO

Sembilan tersangka yang sudah ditetapkan, penyidik ​​juga memasukkan satu orang beriinisial D ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Sementara itu, tersangka C dan DH diketahui juga terlibat kasus pembunuhan Kepala Cabang salah satu BUMN di kawasan Cempaka Putih.

Dalam menjalankan aksinya, sindikat ini disebut menggunakan modus dengan menyasar rekening dormant. Pemindahan dana dilakukan di luar jam operasional bank sehingga aktivitas mencurigakan lebih sulit terdeteksi.

Total dana yang berhasil digelapkan mencapai Rp204 miliar. Transaksi itu dilakukan tanpa kehadiran pelaku fisik di bank atau secara in absensia.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman yang menanti adalah pidana penjara maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp200 miliar.

Jeratan Pasal Lain

Selain dijelaskan dengan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, para tersangka juga mengungkap sejumlah pasal lain.

Pertama, Pasal 46 ayat (1) junto Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang memuat ancaman penjara maksimal 6 tahun serta denda hingga Rp600 juta.

Kedua, Pasal 82 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, dengan ancaman pidana penjara 20 tahun dan denda Rp20 miliar.

Terakhir, para pelaku juga dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dari aturan tersebut, ancaman hukuman yang menanti adalah 20 tahun penjara serta denda maksimal Rp10 miliar.

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama