LINTASWAKTU33
Prancis Umumkan Akan Akui Negara Palestina September 2025: Langkah Berani Presiden Macron di Tengah Krisis Kemanusiaan Gaza
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (kiri) dan Presiden Prancis Emmanuel Macron saat menggelar pertemuan bilateral di Paris. (BBC)
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa negaranya akan secara resmi mengakui Negara Palestina pada September 2025, menjadikannya anggota pertama G7 dan Dewan Keamanan PBB yang mengambil langkah tersebut.
Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Macron melalui unggahan di platform X pada Kamis (24/7) malam waktu setempat, dan telah memicu reaksi tajam dari sejumlah pihak, termasuk Israel dan Amerika Serikat (AS).
Dilansir dari BBC, Jumat (25/7/2025), pengakuan tersebut akan diumumkan secara resmi dalam sidang Majelis Umum PBB di New York. Dalam pernyataannya, Macron menekankan urgensi mengakhiri perang di Gaza dan menyerukan gencatan senjata segera, pembebasan seluruh sandera, serta pengiriman bantuan kemanusiaan dalam skala besar.
Ia menambahkan bahwa tujuan Prancis adalah menjamin demiliterisasi Hamas dan membangun negara Palestina yang layak, damai, dan mampu berkontribusi terhadap stabilitas di Timur Tengah.
Langkah ini disambut oleh Otoritas Palestina dan Hamas. Wakil Presiden Palestina Hussein al-Sheikh menyebutnya sebagai cerminan komitmen Prancis terhadap hukum internasional dan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Hamas juga menyebut keputusan itu sebagai “langkah positif ke arah yang benar” dan mendesak negara lain untuk mengikuti jejak Prancis.
Namun, respons dari Israel dan sekutunya sangat berbeda. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam keputusan tersebut sebagai tindakan yang “menghadiahi terorisme.” Dalam pernyataan di X, Netanyahu mengatakan bahwa “negara Palestina dalam kondisi seperti ini hanyalah batu loncatan untuk menghancurkan Israel, bukan untuk hidup berdampingan secara damai.”
Sikap penolakan serupa datang dari Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebut langkah Prancis sebagai “keputusan sembrono” yang “hanya melayani propaganda Hamas dan menjadi tamparan bagi para korban serangan 7 Oktober.” Pernyataan ini menunjukkan jurang perbedaan yang semakin lebar antara AS dan sekutu Eropanya dalam menyikapi perang Gaza.
Menurut laporan CNN, Jumat (25/7/2025), keputusan Prancis dinilai sangat mengejutkan, meski telah diperkirakan sejak awal tahun. Ketegangan di Timur Tengah—termasuk konflik singkat Israel-Iran yang menggagalkan rencana KTT pengakuan Palestina di Riyadh—telah menunda langkah ini. Namun, Macron tampaknya merasa bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk bertindak, terutama di tengah memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza.
Sejak Mei 2025, lebih dari seribu warga Gaza dilaporkan tewas saat mencari makanan, dan puluhan lainnya meninggal karena kelaparan. Kepala UNRWA Philippe Lazzarini menyebut kondisi warga Gaza kini seperti “mayat berjalan,” dengan seluruh populasi—2,1 juta jiwa—mengalami krisis pangan. Sekitar 900.000 anak-anak di Gaza kini kelaparan, dan 70.000 di antaranya telah menunjukkan tanda-tanda malnutrisi.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, setidaknya 59.106 orang telah tewas sejak serangan balasan Israel dimulai menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyandera 251 lainnya. Infrastruktur Gaza telah hancur dan situasi kemanusiaan semakin memburuk setiap hari.
Langkah Prancis, meskipun bersifat simbolis, diharapkan dapat mendorong negara-negara besar lainnya untuk mengikuti jejak yang sama. Sejauh ini, lebih dari 140 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Negara Palestina, termasuk beberapa negara Eropa seperti Irlandia, Spanyol, dan Norwegia. Namun, negara-negara utama seperti AS dan Inggris masih menolak memberikan pengakuan resmi.
Macron sendiri menyadari bahwa inisiatif ini penuh risiko diplomatik. Seorang pejabat senior Istana Élysée mengatakan kepada CNN bahwa tujuan langkah ini adalah untuk memberi tekanan kepada negara lain agar turut mengakui Palestina pada September. “Kami tidak akan menjadi satu-satunya,” ujarnya optimistis.

Di tengah ancaman kelaparan massal dan meningkatnya korban jiwa, pengakuan ini mungkin menjadi satu-satunya alat diplomatik tersisa untuk mendesak gencatan senjata dan membuka akses bantuan ke Gaza. Bagi Macron dan Prancis, ini adalah taruhan besar yang diambil demi harapan akan perdamaian.
CAMARO33
0 Komentar