Harga Emas Dunia Makin Berkilau, Perak Kembali Cetak Rekor


LINTASWAKTU33 Harga emas dunia menembus level
USD 4.000 per ounce untuk pertama kalinya pada perdagangan Rabu, 8 Oktober 2025 . Peningkatan ini memperpanjang tren harga emas di tengah-tengah mengancam perekonomian global dan situasi geopolitik yang memanas .

Analis menilai, ekspektasi penurunan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) menjadi salah satu pendorong utama penyiaran harga tersebut. Banyak investor memilih beralih ke aset aman (safe haven) seperti emas untuk melindungi nilai investasinya dari risiko pasar.

Tidak hanya emas, harga perak juga ikut melonjak ke posisi tertinggi baru di hari yang sama. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya minat investor terhadap logam mulia sebagai aset lindung nilai di tengah-tengah perdagangan global yang berkelanjutan.

Mengutip laporan CNBC pada Kamis (9/10/2025) , harga emas di pasar spot tercatat naik sebesar 1,52% ke level USD 4.044,09 per ounce . Sementara itu, emas berjangka untuk pengiriman Desember menguat 1,7% ke posisi USD 4.070,5 per ounce .

Kenaikan serupa juga terjadi pada harga perak , yang meningkat 2,4% menjadi USD 48,97 per ounce , setelah berhasil menembus level tertinggi di USD 49,57 per ounce .

Menurut Matthew Piggott , Direktur Metals Focus , penguatan harga emas menggambarkan kondisi makroekonomi dan geopolitik global yang mendukung pergerakan aset-aset safe haven , terutama di tengah kekhawatiran terhadap stabilitas aset tradisional lainnya.

Secara tahunan, harga emas tercatat melonjak 54% sepanjang tahun 2025 , setelah sebelumnya meningkat 27% pada tahun 2024 . Kinerja tersebut menjadikan emas sebagai salah satu aset terbaik tahun ini , mengugguli pasar saham global, bitcoin , serta menekan dolar AS dan harga minyak mentah yang mengalami pelemahan.

Harga perak juga menunjukkan performa luar biasa pada tahun 2025, dengan kenaikan mencapai 71% sepanjang tahun ini . Lonjakan tersebut didorong oleh kombinasi faktor yang sama yang memicu reli harga emas , ditambah dengan kondisi pasar spot yang semakin ketat.

Menurut Suki Cooper , Kepala Riset Komoditas Global di Standard Chartered Bank , penguatan harga perak terjadi seiring kenaikan suku bunga pinjaman , perekrutan saham Comex ke level tertinggi , serta peningkatan permintaan musiman dari India . Ia menjelaskan bahwa reli tersebut juga diperkuat oleh arus masuk besar ke Exchange Traded Products (ETP) .

Lebih lanjut, reli logam mulia seperti emas dan perak dipicu oleh sejumlah faktor makro, termasuk ekspektasi pemangkasan suku bunga AS , ancaman politik dan ekonomi global , pembelian agresif oleh bank sentral , arus dana besar ke ETF , serta pelemahan dolar AS .

Matthew Piggott dari Metals Focus menilai tren positif ini belum akan berhenti dalam waktu dekat.
“Dengan berbagai faktor yang masih berlanjut hingga tahun 2026, kami belum melihat alasan kuat bagi harga emas untuk mengalami koreksi signifikan. Bahkan, kami memperkirakan logam mulia ini berpotensi menembus level USD 5.000 per ounce dalam waktu mendatang,” ujarnya.

Sentimen Harga Emas: Ketidakpastian Global dan Kebijakan The Fed Jadi Pendorong Utama

Harga emas terus menguat seiring meningkatnya perekonomian dan geopolitik dunia. Salah satu faktor utamanya adalah penutupan sementara pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang berlangsung selama delapan hari hingga Rabu (8/10/2025). Kondisi ini menyebabkan tertundanya rilis data ekonomi penting dan membuat para investor harus mengandalkan data dari sumber non-pemerintah untuk memprediksi arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) .

Pasar kini memperkirakan adanya penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan The Fed berikutnya, dengan kemungkinan pemangkasan tambahan pada bulan Desember mendatang.

Berdasarkan risalah rapat kebijakan moneter The Fed pada 16–17 September , sejumlah pejabat bank sentral menyatakan kekhawatiran terhadap melemahnya pasar tenaga kerja AS , meskipun sebagian masih berhati-hati karena tekanan inflasi yang belum sepenuhnya mereda.

Selain faktor kebijakan moneter, gejolak geopolitik global juga memperkuat posisi emas sebagai aset lindung nilai (safe haven). Konflik yang masih berlanjut di Timur Tengah dan Ukraina , serta instabilitas politik di Prancis dan Jepang , mendorong arus modal besar-besaran menuju aset logam mulia.

Kondisi ini memperkuat pandangan bahwa emas masih akan menjadi instrumen perlindungan utama bagi investor global , terutama di tengah meningkatnya risiko ekonomi dan melemahkan kebijakan moneter

Arus Masuk ke ETF Emas Sentuh USD 64 Miliar, Investor Global Kejar Momentum Kenaikan Harga

Minat investor terhadap emas terus melonjak tajam sepanjang tahun 2025. Berdasarkan laporan World Gold Council (WGC) , total arus masuk dana ke Exchange Traded Fund (ETF) emas mencapai USD 64 miliar , atau sekitar Rp 1.060 triliun (mengacu pada kurs Rp 16.575 per dolar AS). Angka ini mencatatkan rekor baru, dengan USD 17,3 miliar (sekitar Rp 286,6 triliun) mengalir hanya pada bulan September 2025 .

Analis menilai, salah satu pendorong kuat di balik pemutaran tersebut adalah fenomena “fear of missing out” (FOMO) , di mana banyak investor melakukan pembelian emas karena khawatir tertinggal dari reli harga yang tengah berlangsung.

Secara teknis, indikator Relative Strength Index (RSI) emas kini berada di level 88 , yang menunjukkan kondisi overbought atau jenuh beli. Meski begitu, para analis memperkirakan momentum penguatan masih berpotensi berlanjut seiring meningkatnya minat terhadap aset lindung nilai.

Investasi bank HSBC bahkan menaikkan harga rata-rata perak untuk tahun 2025 menjadi USD 38,56 per ounce , dan untuk tahun 2026 naik menjadi USD 44,50 per ounce . Peningkatan ini didorong oleh ekspektasi terhadap harga emas yang tinggi, permintaan investor yang meningkat, serta potensi volatilitas pasar global .

Reli emas dan perak juga ikut mendorong kenaikan pada logam mulia lainnya. Platinum menguat 3,02% ke level USD 1.667,11 per ounce , tertinggi sejak Februari 2013, sedangkan paladium melonjak 9,14% ke posisi USD 1.460,05 per ounce , level tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir.

Kombinasi antara arus dana besar, ketegangan geopolitik, dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed memperkuat prospek logam mulia sebagai aset favorit di tengah perekonomian global .

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama