Kasus Keracunan dari Program MBG Kembali terjadi
LINTASWAKTU33, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah untuk meningkatkan kesehatan generasi muda, kembali menimbulkan permasalahan. Sepanjang bulan September 2025 saja, tercatat tiga kejadian keracunan massal di berbagai wilayah, yakni Sukabumi, Garut, dan Banggai Kepulauan.
Salah satu peristiwa mencuat pada Kamis, 11 September 2025 , ketika kegiatan belajar di SMKN 1 Cibadak, Kabupaten Sukabumi , tiba-tiba kacau. Sebanyak 69 siswa dilaporkan mengalami tanda-tanda keracunan setelah menyantap makanan dari program MBG.
Gelombang Kasus Keracunan dari Program MBG
Kepala Dinas Kesehatan Sukabumi, Agus Sanusi , menyampaikan bahwa gejala mual dan muntah dialami sejumlah siswa beberapa jam setelah menyantap menu dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) . Mengetahui hal itu, pihak sekolah langsung berkoordinasi dengan Puskesmas Cibadak untuk penanganan cepat.
Tim medis kemudian mengambil sampel makanan berupa nasi, telur, tahu, sayur kacang panjang, susu kemasan, hingga jeruk untuk diuji lebih lanjut. Agus menambahkan, tindakan darurat dilakukan dengan membuka posko kesehatan di sekolah dan memberikan observasi serta perawatan awal kepada siswa.
Belum menyelesaikan masalah di Sukabumi, enam hari kemudian, 16 September 2025 , kasus serupa menimpa ratusan pelajar di Kadungora, Garut . Data dari kepolisian mencatat ada 194 siswa terdampak keracunan setelah menyantap menu nasi, ayam woku, tempe orek, lalapan, serta buah stroberi.
Sebagian besar mengalami gejala ringan, namun 19 siswa terpaksa mendapat perawatan intensif di Puskesmas Kadungora . Pihak kepolisian melakukan penyelidikan dengan mencatat korban, memeriksa saksi, dan mengirim sampel makanan ke laboratorium.
Sementara itu di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah , sehari setelah kejadian di Garut, sebanyak 157 siswa dari SD hingga SMA juga terpapar keracunan setelah mengonsumsi makanan MBG. Gejala yang muncul bervariasi, mulai dari pusing, gatal-gatal, hingga pingsan.
Kapasitas RSUD Trikora Salakan sempat terisi karena pasien. Sebanyak 77 siswa masih dirawat intensif, sedangkan 80 lainnya dibawa untuk rawat jalan. Bupati Banggai Kepulauan, Rusli Moidady , turun langsung meninjau korban dan menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh agar kejadian tidak terulang.
Dugaan sementara mengarah pada lauk ikan cakalang yang diperkirakan tidak layak dikonsumsi. Polisi sudah mengirim sampel ke BPOM Sulawesi Tengah untuk pemeriksaan. Pihak pengelola MBG pun menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat, khususnya para siswa dan orang tua.
Pemerintah Pusat Angkat Bicara Soal Kasus Keracunan MBG
Setelah serangkaian kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencuat di berbagai daerah, pemerintah pusat akhirnya memberikan tanggapan resmi. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi , menyampaikan permohonan maaf sekaligus menegaskan bahwa evaluasi menyeluruh akan segera dilakukan.
“Harus ada langkah perbaikan agar kejadian seperti ini tidak berulang,” ujar Prasetyo di Istana Negara, Jumat (19/9/2025). Ia juga menekankan, pihak yang terbukti lalai akan dikenakan sanksi, meski program MBG tetap berjalan bagi para penerima manfaat.
Senada dengan itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana , mengaku prihatin dan menyesalkan akan terjadinya keracunan massal. Ia menggambarkan rasa was-wasnya setiap kali ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru yang mulai beroperasi.
“Setiap kali ada SPPG baru, saya selalu merasa khawatir, karena risiko ketidaksetaraan teknis dalam penerapan SOP masih cukup tinggi,” kata Dadan dalam sebuah wawancara khusus, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, sebagian besar kasus keracunan terjadi akibat kelalaian teknis, terutama dari dapur pengelola MBG yang baru dibentuk. Dadan menjelaskan, biasanya butuh waktu sekitar tiga bulan bagi SPPG baru untuk beroperasi sesuai standar.
Meski begitu, ia memastikan BGN terus memperketat pengawasan, mulai dari proses persiapan bahan makanan, teknik memasak, hingga distribusi ke sekolah-sekolah. “Dari pengalaman sebelumnya, SPPG yang sudah berjalan lebih dari tiga bulan biasanya jauh lebih baik dalam menjaga higienitas,” tambahnya.
Pastikan Pengawasan Ketat Program MBG
Kepala Badan Gizi Nasional ( BGN ), Dadan Hindayana, menekankan pentingnya pengawasan ekstra ketat dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) . Ia mencontohkan kasus keracunan massal yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah .
Dalam kejadian tersebut, tercatat 314 siswa dari tingkat SD hingga SMA mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan MBG. Sebanyak 26 di antaranya masih harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Menurut Dadan, masalah muncul karena penyedia layanan di wilayah tersebut menggunakan penyuplai bahan makanan baru yang belum memenuhi standar kualifikasi dari BGN. “Penyuplai baru ini ternyata tidak seketat penyuplai lama, sehingga ada bahan baku yang dalam proses pengolahannya menimbulkan reaksi alergi pada sejumlah penerima manfaat,” jelasnya.
Selain kejadian di Banggai, Dadan juga mencatat temuan belatung dalam makanan MBG di beberapa daerah. Meski dianggap sebagai kasus langka, hal ini tetap menjadi sorotan serius.
Ia menegaskan bahwa BGN selalu melakukan pengecekan berlapis, mulai dari tahap memasak hingga pendistribusian makanan ke sekolah. “Setiap kali ada laporan, kami langsung melakukan kroscek di lapangan. Misalnya saat ditemukan belatung, kami teliti bagaimana proses memasaknya hingga bisa terjadi kontaminasi,” ujarnya.
Darurat Sistemik, Bukti Lemahnya Tata Kelola
Bagi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) , rangkaian keracunan massal pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) tak lagi bisa dianggap sekadar kejadian teknis. Organisasi ini menilai kasus tersebut sudah memasuki tahap darurat kemanusiaan .
Catatan JPPI menunjukkan, hingga September 2025 terdapat lebih dari 5.300 anak di berbagai daerah yang terdampak keracunan makanan MBG. Angka itu diyakini bisa lebih tinggi, karena ada dugaan sebagian kasus tidak dilaporkan secara terbuka.
“Kalau jumlah korbannya sudah ribuan, ini bukan masalah kecil. Itu menandakan ada kesalahan sistemik dan kelemahan tata kelola program. Nyawa anak-anak tidak boleh dipertaruhkan,” tegas Ubaid Matraji , Koordinator Nasional JPPI.
JPPI pun meminta pemerintah pusat, khususnya Presiden dan Badan Gizi Nasional (BGN), untuk menghentikan sementara pelaksanaan MBG hingga dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
“Jangan sampai anak-anak sekolah dijadikan ajang percobaan dari sebuah program yang diluncurkan tanpa persiapan yang matang,” tambah Ubaid.