Information : HendrikSaputra99
Terbit pada : 24 Agustus 2025
Waktu Baca : 2 Menit
![]() |
| Bahas Mengenai Otentik Pendidikan Jokowi |
LINTASWAKTU33 - Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ova Emilia, akhirnya berbicara tentang isu dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo. Ova membahas kontroversi seputar ijazah Jokowi dalam dua media: pertama dalam pernyataan video formal, dan kemudian dalam podcast yang ditayangkan di saluran resmi UGM pada 22 Agustus 2025.
Pernyataan Emilia mengikuti peluncuran buku **Jokowi’s White Paper** oleh alumni UGM Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tiyassuma (Dr. Tifa) pada 18 Agustus 2025, di University Club UGM Yogyakarta.
Ia lebih lanjut menyatakan bahwa UGM telah memantau isu kredibilitas kelulusan Jokowi dalam waktu yang lama, dengan mengatakan bahwa “UGM menghormati hak konstitusional warga negara untuk mengajukan klaim atau pertanyaan tentang isu apa pun.”
UGM secara publik mempertahankan bahwa Presiden Jokowi adalah alumnus universitas tersebut. “UGM juga memiliki dokumen autentik mengenai seluruh proses pendidikan Joko Widodo di UGM,” kata Ova.
Dokumen-dokumen ini mencakup penerimaan Jokowi di UGM dan catatan perkuliahannya selama program associate dan sarjana, serta upacara kelulusan. Menurut catatan UGM, Jokowi lulus pada 5 November 1985.
UGM bahkan menganugerahkan gelar yang tepat kepada Jokowi selama wisudanya pada tanggal 19 November 1985. Oleh karena itu, seperti yang dinyatakan oleh Ova, UGM mematuhi ketentuan hukum dengan mengungkap data dan informasi publik dan terikat untuk menjaga informasi pribadi.
“Ini bersifat universal dan berlaku untuk semua anggota dan mantan anggota UGM, termasuk alumni,” kata Ova. Ova juga menyatakan bahwa UGM telah diberi mandat oleh negara untuk menyelenggarakan pendidikan, dan bahwa UGM dievaluasi secara berkala oleh badan independen.
Hingga saat ini, klaimnya, UGM dinilai layak dan telah berkinerja baik dalam proses pendidikan. “Dengan ini, saya percaya bahwa proses pendidikan di UGM tidak dapat dipersalahkan,” tambah Ova. Ova juga mengungkapkan, UGM telah memenuhi tanggung jawabnya dalam mendidik seseorang ketika orang tersebut dinyatakan lulus dan diberikan ijazah sesuai dengan prosesnya, “Ini juga berlaku untuk alumni UGM Joko Widodo,” ujarnya.
Dia mengklaim bahwa semua alumni berhak atas hak-hak yang terkait dengan ijazah dan gelar akademik yang diberikan kepada mereka untuk semua tujuan yang sah. “Alumni adalah satu-satunya pihak yang memiliki ijazah asli, sehingga penggunaannya dan perlindungannya adalah tanggung jawab mereka,” ujarnya.
Ova pun menegaskan jika Jokowi adalah alumni UGM yang telah mendapatkan ijazah sesuai dengan ketentuan. “Hal-hal yang terjadi setelah proses pendidikan dan kelulusan tahun 1985 di UGM termasuk pemanfaatan dan perlindungan terhadap ijazah itu adalah tanggung jawab alumni yang bersangkutan,” tuturnya.
Pada kesempatan lain, membedah sekilas isi buku Jokowi’s White Paper Roy Suryo mengungkapkan alasannya mengapa mereka menulis buku itu. Suryo, yang adalah Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, sempat mencuatkan isu mengenai ‘fake diploma’ dan ‘thesis scandal’ Jokowi yang konon katanya diterbitkan oleh UGM.
'Kami yang menulis buku ini semua alumni UGM, bukan orang lain, buku ini dibuat karena kami ingin membersihkan nama kampus tercinta ini,' ujar Roy. Roy menegaskan, semua penulis yang tergabung dalam penulisan itu adalah alumnus UGM baik strata satu maupun dua.
Mereka berinisiatif menelusuri ijazah dan skripsi Jokowi setelah mendengar pernyataan Jokowi dalam sebuah seminar di UII Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Di acara itu, mantan Menko Polhukam Mahfud MD, dan almarhum Buya Syafii Maarif yang merupakan tokoh Muhammadiyah pun turut hadir.
Lintaswaktu33 mencatat bahwa peristiwa yang dimaksud terjadi sekitar tahun 2013 atau saat Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden untuk pertama kalinya. “Selama seminar, ada dialog santai yang direkam, di mana moderator bertanya kepada narasumber, ‘Untuk menjadi presiden, berapa nilai IP (Indeks Prestasi) yang wajar?'.
Saat itu, Prof. Mahfud menjawab bahwa IP-nya 3.8. Jokowi pada waktu itu mengatakan IP-nya di bawah 2. Dua seperti bukan 2, masih jauh dari situ. Orang mulai berpikir dari titik itu,” ungkap Roy. Roy mengatakan bahwa dalam proses mengendalikan narasi selama dua periode, keraguan mengenai kredensial presiden, sebuah diploma dari universitas tertentu yang dikatakan terkait dengan tokoh publik tertentu, semakin menjadi pertanyaan.
Roy mengatakan bahwa itu adalah alasan untuk menulis buku: untuk memberikan bukti narasi bahwa ada upaya untuk menyingkirkan mereka yang mempertanyakan hal-hal semacam itu. Ia menyebut kasus Bambang Trimulyono atau Bambang Tri, dan Gus Nur atau Sugi Nur Raharja yang menurutnya mengalami ‘kriminalisasi’ selama pemerintahan Jokowi karena mempertanyakan narasi diploma palsu.
