Kontributor: LintasWaktu33
Terbit 16 Agustus 2025 15:40 WIB
Waktu baca ±2 menit
LINTASWAKTU33 - Hotel dan restoran di Bali mulai berhenti memutar musik. Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, langkah ini muncul setelah sejumlah hotel di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menerima surat tagihan royalti dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), menyampaikan bahwa sebagian pelaku usaha kini lebih memilih menggunakan musik tradisional seperti rindik dibanding musik komersial. Ia menegaskan, persoalan royalti seharusnya memperhatikan asas keadilan agar tidak memberatkan pelaku usaha.
Menurut Cok Ace, ada perbedaan besar antara jenis restoran, kapasitas kursi, dan tingkat pendapatan. Karena itu, mekanisme pungutan tidak seharusnya disamaratakan. PHRI Bali juga masih meminta kejelasan dari pemerintah daerah mengenai aturan teknis dan mekanisme pengenaan royalti, termasuk pada hiburan non-musik atau suara alam.
Di sisi lain, Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) mencatat ribuan pengguna di Bali telah masuk daftar wajib bayar royalti musik, meski baru seperempat yang melakukan pembayaran dengan nilai sekitar Rp6 miliar per Juli 2025. Target pemungutan SELMI secara nasional disebut mencapai Rp60–70 miliar.
Pihak SELMI menegaskan bahwa mekanisme penagihan bukan dilakukan secara tiba-tiba, karena sosialisasi telah berjalan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
0 Komentar