Terbit pada : 23 Agustus 2025
Waktu Baca : 2 Menit
Menurut Wasisto, urgensi perubahan konstitusi seharusnya diarahkan pada upaya menjadikan UUD lebih adaptif terhadap dinamika zaman. Contohnya adalah bagaimana teknologi informasi mendorong pemerintahan yang lebih terbuka dan bertanggung jawab.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa istilah “urgensi” dalam konteks amandemen sering kali memiliki banyak tafsir dan bisa menjadi arena konflik berbagai kepentingan politik, baik yang bersifat idealis maupun pragmatis.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Bambang Wuryanto, menyatakan bahwa pihaknya siap menjadi fasilitator dalam wacana perubahan konstitusi. Ia beralasan bahwa konstitusi, sebagai produk manusia, tentu memiliki keterbatasan dan dapat diperbaiki.
Senada dengan hal itu, pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie juga menyampaikan bahwa perubahan konstitusi adalah sesuatu yang lumrah. UUD 1945 sendiri telah diamendemen sebanyak empat kali dalam kurun waktu 1999 hingga 2002. Meski demikian, perubahan tersebut belum menjadikan UUD sebagai konstitusi yang sempurna, karena selalu ada perkembangan nilai dan norma dalam masyarakat.
Jimly menambahkan bahwa meski perubahan melalui amandemen sah-sah saja, tetapi tidak selamanya konstitusi harus terus diubah. Karena itu, ia menyarankan perlunya dibentuk konvensi ketatanegaraan sebagai pelengkap aturan formal yang ada.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra, juga menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam wacana ketatanegaraan saat ini, mengingat ruang partisipasi yang semakin terbuka. Ia menilai, setelah lebih dari dua dekade sejak reformasi, sudah waktunya membangun tradisi hukum yang positif melalui konvensi ketatanegaraan, agar konstitusi tidak mengalami perubahan terus-menerus seperti undang-undang biasa.
Penutup:
Dari berbagai pandangan di atas, jelas terlihat bahwa amandemen UUD 1945 bukanlah hal yang tabu, melainkan suatu keniscayaan yang perlu dilakukan secara hati-hati, penuh pertimbangan, dan menjunjung tinggi prinsip demokrasi. Namun, urgensi perubahan harus benar-benar didasarkan pada kebutuhan bangsa, bukan semata-mata kepentingan politik sesaat. Sebab, konstitusi bukan hanya sekadar dokumen hukum, melainkan fondasi kehidupan bernegara yang mencerminkan semangat zaman dan nilai-nilai kebangsaan.