Information : HendrikSaputra99
Terbit pada : 18 Juni 2025
Waktu Baca : 2 Menit
LINTASWAKTU33 - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) minta DPR RI singkirkan pasal tentang penyadapan dalam RUU KUHAP. Wakil Ketua Umum Peradi, Sapriyanto Refa, menyatakan itu dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III pada Selasa (17/6/2025). Refa menggarisbawahi bahwa urusan penyadapan sudah tertuang dalam undang-undang lain, seperti Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Kepolisian. Karena itu, Refa menilai pengaturan baru dalam KUHAP menjadi tidak perlu dan hanya akan membingungkan.
"Saat penyidikan tindak pidana umum, pasal penyadapan ini seharusnya ditiadakan," kata Refa. Peradi juga khawatir jika ketentuan itu tetap ada, aparat penegak hukum bisa bertindak sewenang-wenang. "Kami takut penyidik menyalahgunakan hak penyadapan untuk menguak kasus-kasus, padahal sudah ada cara lain," tambahnya.
Dia menjelaskan upaya paksa dalam KUHAP sudah mencakup serangkaian tindakan, mulai dari penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, hingga pelarangan tersangka keluar negeri. Menurutnya, ketentuan itu sudah cukup untuk mendukung proses hukum tanpa menambah risiko pelanggaran terhadap privasi warga.
"Wah, serahkan saja hal itu pada undang-undang yang ada; tak perlu diboyong-boyong ke dalam KUHAP," ujarnya. Dalam hearing yang sama, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) meminta Komisi III agar kehadiran saksi ahli di persidangan cukup lewat tulisan resmi saja. Sapriyanto menjelaskan bahwa jika keterangan ahli dibacakan langsung, takutnya konsentrasi dan keyakinan hakim sewaktu-waktu goyang. "Kami juga mengusulkan supaya bukti petunjuk dan keterangan ahli dihilangkan. Bukti petunjuk sebenarnya berbahaya, karena ia kerap dipakai untuk menambah-keyakinan yang tak beralasan," tandas Sapriyanto.
0 Komentar